Kesulitan belajar matematika merupakan salah satu jenis kesulitan belajar yang spesifik dengan prasyarat rata-rata normal atau sedikit di bawah rata-rata, tidak ada gangguan penglihatan atau pendengaran, tidak ada gangguan emosional primer, atau lingkungan yang kurang menunjang, masalah yang dihadapi yaitu sulit melakukan penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang disebabkan adanya gangguan pada sistem saraf pusat pada periode perkembanagan.
Anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar, matematika sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah. Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia. Istilah diskalkulia memiliki konotasi medis yang memandang adanya keterkaitan dengan gangguan sistem syaraf pusat.
Anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar, matematika sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah. Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia. Istilah diskalkulia memiliki konotasi medis yang memandang adanya keterkaitan dengan gangguan sistem syaraf pusat.
Beberapa karakteristik anak kesulitan belajar matematika, yaitu:
1. Gangguan hubungan keruangan
Konsep hubungan keruangan seperti atas bawah, puncak dasar, jauh dekat, tinggi rendah, depan belakang, awal akhir umumnya telah dikuasai oleh anak sebelum masuk SD, namun bagi anak berkesulitan belajar matematika memahami konsep-konsep tersebut mengalami kesulitan karena kurang berkomunikasi dan lingkungan sosial kurang mendukung, selain itu juga adanya kondisi intrinsik yang diduga disfungsi otak. Karena adanya gangguan tersebut mungkin anak tidak mampu merasakan jarak angka-angka dan garis bilangan atau penggaris, dan mungkin anak tidak tahu bahwa angka 2 lebih dekat ke angka 3 daripada ke angka 8.
2. Abnormalitas persepsi visual
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan untuk melihat berbagai obyek dalam hubungannya dengan kelompok. Misalnya anak mengalami kesulitan dalam menjumlahkan dua kelompok benda yang terdiri dari tiga dan empat anggota. Anak juga sering tidak mampu membedakan bentuk-bentuk geometri.
3. Asosiasi visual motor
Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat berhitung benda-benda secara berurutan, anak mungkin baru memegang benda yang kedua tetapi mengucapkan empat.
4. Perseverasi
Anak yang perhatiannya melekat pada satu obyek dalam jangka waktu relatif lama. Gangguan perhatian semacam itu disebut perseverasi. Pada mulanya anak dapat mengerjakan tugas dengan baik, tetapi lama-kelamaan perhatiannya melekat pada satu obyek saja. Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol matematika seperti (+), (-), (x), (:), (=), (<), (>), gangguan ini dapat disebabkan oleh gangguan memori, dan oleh gangguan persepsi visual.
5. Gangguan penghayatan tubuh
Anak berkesulitan belajar matematika juga sering menunjukkan adanya gangguan penghayatan tubuh (body image), anak sulit memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri, misalnya jika disuruh menggambar tubuh, maka tidak ada yang utuh.
Konsep hubungan keruangan seperti atas bawah, puncak dasar, jauh dekat, tinggi rendah, depan belakang, awal akhir umumnya telah dikuasai oleh anak sebelum masuk SD, namun bagi anak berkesulitan belajar matematika memahami konsep-konsep tersebut mengalami kesulitan karena kurang berkomunikasi dan lingkungan sosial kurang mendukung, selain itu juga adanya kondisi intrinsik yang diduga disfungsi otak. Karena adanya gangguan tersebut mungkin anak tidak mampu merasakan jarak angka-angka dan garis bilangan atau penggaris, dan mungkin anak tidak tahu bahwa angka 2 lebih dekat ke angka 3 daripada ke angka 8.
2. Abnormalitas persepsi visual
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan untuk melihat berbagai obyek dalam hubungannya dengan kelompok. Misalnya anak mengalami kesulitan dalam menjumlahkan dua kelompok benda yang terdiri dari tiga dan empat anggota. Anak juga sering tidak mampu membedakan bentuk-bentuk geometri.
3. Asosiasi visual motor
Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat berhitung benda-benda secara berurutan, anak mungkin baru memegang benda yang kedua tetapi mengucapkan empat.
4. Perseverasi
Anak yang perhatiannya melekat pada satu obyek dalam jangka waktu relatif lama. Gangguan perhatian semacam itu disebut perseverasi. Pada mulanya anak dapat mengerjakan tugas dengan baik, tetapi lama-kelamaan perhatiannya melekat pada satu obyek saja. Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol matematika seperti (+), (-), (x), (:), (=), (<), (>), gangguan ini dapat disebabkan oleh gangguan memori, dan oleh gangguan persepsi visual.
5. Gangguan penghayatan tubuh
Anak berkesulitan belajar matematika juga sering menunjukkan adanya gangguan penghayatan tubuh (body image), anak sulit memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri, misalnya jika disuruh menggambar tubuh, maka tidak ada yang utuh.
6. Kesulitan dalam membaca dan bahasa
Anak berkesulitan beljar matematika akan mengalami kesulitan dalam memecahkan soal-soal yang berbentuk cerita.
7. Skor PIQ jauh lebih rendah dari VIQ
Hasil tes inteligensi dengan menggunakan WISC (Weshler Intelligence Scale for Children) menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar matematika memiliki PIQ (Performance Intelligence Quotient) yang jauh lebih rendah daripada skor VIQ (Verbal Intelligence Quotient).
Anak berkesulitan beljar matematika akan mengalami kesulitan dalam memecahkan soal-soal yang berbentuk cerita.
7. Skor PIQ jauh lebih rendah dari VIQ
Hasil tes inteligensi dengan menggunakan WISC (Weshler Intelligence Scale for Children) menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar matematika memiliki PIQ (Performance Intelligence Quotient) yang jauh lebih rendah daripada skor VIQ (Verbal Intelligence Quotient).
Sumber:
http://www.sekolahdasar.net/2015/11/mengenal-kesulitan-belajar-matematika.html
Berikan Komentar:
0 comments: